ARI SUTRISNO Business Development, Human Capital, SHE & SRGS Director PAMA Menguatkan ‘Safety Belief’ dan Batiniah Ilmiah

Berbagai jabatan yang dipercayakan kepadanya–sebagian besar masih berdekatan dengan bidang K3, menjadikan Ari Sutrisno sebagai pribadi yang sangat peduli pada K3. Banyak program K3 yang diinisiasi oleh sang direktur ini, salah satunya adalah implementasi enam ‘safety belief’ serta enam pedoman aman dan selamat atau PAS.

Jakarta, katigaonline – Hampir dua dasa warsa atau tepatnya selama 17 tahun, Ari Sutrisno “beristiqomah” di dunia tambang batubara papan atas, PT Pamapersada Nusantara (PAMA). Loyalitas dan konsistensinya di perusahaan grup Astra inilah yang meratakan jalan bagi perjalanan karirnya, hingga kini dirinya menduduki jabatan strategis dan sangat penting sebagai Business Development, Human Capital, SHE & SRGS Director.

Mengantongi gelar Sarjana Kimia dari Institut Teknologi Bandung tahun 1995, saat itu, ia memulai bekerja di PT Astra International Tbk. sebagai Management Trainee. Di tengah kesibukannya, laki-laki asal Tulungagung ini pun tak henti menimba ilmu, dan berhasil menyelesaikan sekolah Magister Manajemen di Universitas Bina Nusantara tahun 2022.

Karir pehobi memasak ini terus melesat. Tahun 2007, Ari ditugaskan ke PAMA sebagai Head of Corporate Planning & Management Development. Tiga tahun kemudian, tepatnya tahun 2010, Ari ditunjuk untuk mengomandoi divisi SHE sebagai SHE Division Head. Tiga tahun menjabat, kemudian naik ke Quality & SHE Management Representative dan Head of Corporate Planning & Management Development Division. Selanjutnya berturut-turut menjadi direktur maupun presiden direktur di anak-anak perusahaan PAMA, Head of Human Capital and General Services Division, Director in Charge of Corporate Planning & Management Development, dan puncaknya saat ini sebagai Business Development, Human Capital, SHE & SRGS Director.

Berkat prinsipnya yang senantiasa mau terus belajar, menjadikan dirinya semakin matang, fokus dan serius dalam menjalankan setiap tugas. Tak pelak, perusahaannya pun menaruh respek besar kepadanya. Ari menambahkan bahwa apa yang dicapainya itu berkat kerjasama tim.

Penerapan K3 di Perusahaan

Bicara perihal kiat penerapan K3 di PT Pamapersada Nusantara, Ari menjelaskan ada dua pedoman yakni 6 Belief dan 6 PAS (Pedoman Aman dan Selamat). Safety belief itu seperti iman, tegas ia. Kalau di agama imannya kuat, enggak akan tergoyahkan. Panggilan iman bahwa safety itu sesuatu yang dibutuhkan. “Kalau 6 belief ini diyakini sebenarnya tidak usah diperintah pun orang pengin selamat,” ujar Ari.

Keenam belief itu adalah pertama, keselamatan merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa karena itu harus taat beribadah dan harus berdoa, setiap meeting pagi berdoa. Kedua, seluruh aktivitas di tambang itu berisiko tinggi. Karena berisiko tinggi, maka melangkah pun harus diperhatikan, karena ketika kepleset sedikit saja bisa patah kaki.

Ketiga adalah incident is preventable. Kita percaya bahwa insiden itu harus bisa dicegah. “Jadi enggak ada istilah “wis wayahe celaka”, kelakar Ari. Pertanyaannya, kalau bisa dicegah, kenapa kok masih celaka? Harus banyak belajar supaya menemukan cara untuk mencegahnya. “Jadi kalau ada kecelakaan A besok terjadi lagi A, berarti tidak belajar,” ungkap Ari.

Terus ada kecelakaan baru, loh kok ada kecelakaan baru? Ya, satu sisi kita bilang itu celaka, sisi lain kecelakaan baru itu sebagai ilmu yang sebelumnya kita tidak tahu cara mencegahnya. Tapi intinya adalah mendapat ilmu mencegah kecelakaan agar tidak berulang.

Keempat, kecelakaan adalah tanggung jawab bersama. Safety is everybody responsible. Kalau ada insiden di PAMA, yang presentasi menjelaskan dan tindakannya itu bukan safety officer-nya tapi kepala bagian. “Kalau saya, ketika yang presentasi bukan kepala bagian atau division head saya tolak,” tegas Ari.

Kemudian yang kelima, kompeten dan taat prosedur adalah kunci keselamatan. Jadi kalau tidak kompeten kemudian bekerja sudah pasti celaka. Yang terakhir, keselamatan adalah kunci kesuksesan. Kalau safety-nya jelek sudah pasti tidak sukses.

Jadi, safety belief itu harus dipahami betul sebagai framework yang diyakini secara batiniah dan ilmiah. Ketika terjadi insiden harus ditelusuri mengapa terjadi. “Karena, misal, kejadian kepleset. Kenapa kepleset, ada oli? Kenapa ada oli, karena ada yang bocor. Kenapa ada yang bocor, apakah bisa dicegah? Bisa. Itu maksudnya, dengan mencegah tidak bocor maka insiden itu tidak terjadi,“ tandasnya.

Kasus lain soal fatigue, misalnya. Kenapa fatigue? Semalam tidak tidur karena diajak istri belanja di pasar untuk jualan. Bisa enggak dicegah? Tidak bisa, karena takut sama istri. Akhirnya ibu-ibu yang tergabung dalam PIKP (Perkumpuan Istri Karyawan PAMA) melakukan pendekatan. Mereka banyak membantu program-program safety, seperti anaknya disuruh bikin video “Ayah kerja yang selamat ya yah, pulang dengan selamat, aku sayang sama ayah” di-share ke tim HSE. Inilah kreativitas di dalam program-program safety, kadang mampu menyentuh batin orang-orang. “Sudah ditraining susah banget sadarnya, tapi ketika batinnya disentuh hasilnya sungguh dahsyat,” ujar Ari.

Selanjutnya adalah melaksanakan Enam Pedoman Aman dan Selamat. Satu harus berdoa, tegas Ari. Misalnya menga­lami kecelakaan, kalau berdoa Insyaallah bisa mengubah takdir itu. Kedua, pastikan kita fit, siap untuk bekerja, kalau tidak fit harus ngomong. Ketiga, pastikan area kerja aman. Jadi satu pola berpikir ketika masuk kerja misalnya, apakah kursinya sesuai, jalannya licin, dan seterusnya. Harus melakukan P2H (Program Pemerik­saan Harian), kesiapan sopir pun harus diperiksa, baru kendaraan dijalankan.

Kemudian keempat, pastikan alat dan peralatan aman digunakan. Kelima, melakukan pekerjaan dengan cara yang benar. Ini bentuk kepedulian juga. Misal seseorang sebagai leader, begitu melihat ada yang duduk di tempat yang salah harus diingatkan. Terus yang terakhir adalah pastikan setiap perbaikan dilakukan dengan segera, tepat dan tuntas. “Kadang-kadang ada kebocoran, dikerjakan tapi tidak tuntas akhirnya menyebabkan terjadinya insiden,” keluh Ari.

Ari mengungkapkan saat melakukan inspeksi, ia terlebih dulu menanyakan kepada setiap orang yang disupervisi tentang kesehatannya, anak dan istrinya. Diajak ngobrol untuk memastikan dia fit atau tidak dan melihat area kerjanya.

“Nah, setelah menjalankan pedoman ini, kemudian pastikan melakukan prosedur PAMA Safety Management System, maka harus paham pentingnya sistem. Jadi safety culture itu akan bagus ketika safety belief-nya betul-betul dijiwai, tindakan bekerjanya didasarkan pada sistem yang jelas,” jelas ia. Jadi sistem harus dilewati dulu, SMK3 ini harus dibangun dulu baru safety culture-nya jalan. Tidak mungkin safety culture by feeling. Ada technical requirement-nya, ada standar-standar yang harus dipatuhi, tambahnya.

Kalau hanya di-drive oleh standar, oleh perintah, itu tidak akan masuk ke hati, kata Ari. Maka harus di-drive oleh diri sendiri, misalnya, ketika akan buang sampah, tempatnya tidak ada maka kalau belief-nya bagus dan kuat sampah itu akan dikantongi sampai ketemu tempat sampah. Kalau atas perintah, orang bersangkutan bisa komplain, fasilitasnya tidak lengkap, misalnya.

Ada empat hal yang perlu diperhatikan. Orangnya harus cukup dan bagus, prosedurnya in place, fasilitasnya ada, dan pengawasannya jalan. Jadi Orang, Prosedur, Fasilitas, Pengawasan. “Orangnya bagus, fasilitasnya bagus, dijalankan tapi nggak pernah diberi reward atau apresiasi, nggak pernah ditegur kalau salah, lama-lama grade-nya akan menurun, kemudian hilang,” ungkap Ari.

Menularkan Ilmu Safety dan Tantangannya.

Menurut Ari penerapan safety yang bagus di PAMA jika ditularkan ke perusahaan yang sama besarnya, belum tentu bisa jalan karena ada aspek local behaviour dan local culture yang berpengaruh. Contoh leadership style, kalau concern-nya sama persis dengan PAMA mungkin bisa. Tapi ada juga perusahaan yang tidak berhasil karena hanya menyuruh anak buahnya melakukan benchmark, lalu bagaimana implementasinya?

“Kalau di PAMA presdirnya mau ‘ngoprek-ngoprek’, turun ke lapangan dan melihat safety-nya. Sementara kalau hanya copy dari PAMA tapi presdirnya tidak bergerak, maka dipastikan tidak akan jalan. Karena di dalamnya masih banyak orang dengan behaviour bermacam-macam. Ada orang yang harus dimarahi baru gerak, ada yang harus didatangi baru bergerak, diberi contoh baru gerak, dan lain-lain,” jelas Ari. Ada perusahaan yang sangat kental prosedur, ada juga yang irit tapi implementasinya yang ramai dan tetap safety, terang Ari lagi.

Saat seperti sekarang inilah, ucap Ari, jadi challenge bagi perusahaan yang dipimpinnya untuk mentransfer ke 33 subkon produksi. “Pertama kali yang kita lakukan adalah memanggil owner, CEO atau PJO-nya dulu. Memulainya dari basic yang empat tadi yaitu people-nya, prosedur, fasilitas infrastruktur dan pengawasannya,” jelasnya.

Setelah itu di-training dan harus dapat komitmen. “Kemudian ada enggak HSE Officer-nya, walaupun kita menancapkan safety itu di masing-masing bagian. Kemudian pengawasnya sudah atau belum di-training safety dan kompeten, karena di PAMA, grup leader itu pengawasnya ada tiga level kompetensi. Level ke tiga itu mampu menegur dan mengapresiasi. Nah, untuk menegur harus paham dengan prosedur,” ujarnya. Kemudian, tambah Ari, harus dilengkapi dengan fasilitas.

Menurut Ari, safety culture itu sama saja dengan menganut religi. “Yang mendorong bukan atas nama perintah, tapi konteksnya mensyukuri nikmat Tuhan karena kita diberi kenikmatan yang luar biasa, makanya kita perlu selamat,” tandasnya.

Kemudian safety itu harus menjadi milik semua. Meskipun kecelakaan itu terjadi di perusahaan kompetitor, kita harus berempati. Makanya kalau ada kecelakaan perlu di-share agar bisa menjadi pembelajaran bagi yang lain. Tapi memang secara institusional, infrastruktur Indonesia belum memadai untuk bisa sharing dalam satu data base insiden secara utuh untuk edukasi, ungkap Ari.

Secara nasional belum ada lembaga yang menjadikan kecelakaan ini sebagai data base dan pembelajaran. “Saya berharap nanti kita memiliki clearing house, perusahaan yang mengalami kecelakaan kerja nanti masuk ke situ. Out put-nya nanti untuk perbaikan kinerja safety,” ungkap Ari.

Seperti diketahui, pakem PAMA adalah sadar, patuh, peduli. “Jadi semua karyawan harus sadar dulu tentang safety, tahu persis pekerjaan dan prosedurnya, knowing your job akhirnya knowing the procedure. Jika karyawan sudah knowing procedure maka mereka harus taat pada prosedur,” jelasnya.

Sedangkan peduli itu tidak boleh selamat hanya untuk dirinya sendiri tetapi mereka harus ikut menyelamatkan orang lain di sekitarnya. Kadang ada kejadian, hanya gara-gara diingatkan seseorang jadi selamat, gara-gara lupa mengingatkan, seseorang jadi meninggal. Nah, dari situlah muncul involvement, tegas Ari.

Peran Eksternal

Tak hanya urusan internal, PAMA juga mengikuti berbagai kegiatan di luar perusahaan. Ketika ada event Indonesia Safety Mining Summit (ISMS) 2023 yang lalu, misalnya, PAMA ikut aktif sebagai peserta kegiatan, pembicara dan sponsor.

Mengapa dirinya suka dan men-support acara tersebut? Karena satu prinsip, ujar Ari, bahwa safety itu tidak bisa jalan sendiri, butuh orang lain untuk mengingatkan. Dalam konteks ini, lanjut ia, safety summit yang pertama itu mengingatkan pentingnya safety bagi semua untuk bersatu berjuang bersama.

Merefleksi pada acara IMSS, Ari mengatakan dari sisi internal perusahaan, meneguhkan confidence bahwa safety itu menjadi perhatian semua pihak, dan tidak hanya menjadi perhatian internal. Artinya, kita juga melihat bahwa safety itu menjadi perhatian banyak orang, tidak terbatas para profesi safety. Di dalam berbisnis pun, siapa saja harus betul-betul confirm dengan safety. Itu harus satu paket.

“Yang kedua adalah memberi ruang kepada teman-teman lain untuk belajar, melihat perkembangan dan nanti diharapkan mereka akan menularkan ke teman-temannya di lapangan,” tambah Ari.

Ketika ditanyakan tentang kiprah Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N), Ari berharap, dewan ini bisa berperan lebih besar. Mampu lebih mengakomodasi para profesi dan juga berbagai stakeholder. Model-model pembelajaran seperti safety summit di minerba itu bisa digelorakan terus secara berkelanjutan, pungkas ia.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *